Belakangan ini trend investasi kian hari makin meningkat, khususnya di  kalangan milenial dan Gen Z. salah satu bentuk investasi yang digandrungi adalah sukuk, jenis investasi ini tetap berpegang pada konsep syariah yang bebas bunga dan punya keuntungan berupa imbal hasil, sukuk merupakan salah satu bentuk instrumen investasi syariah. 

Sukuk sendiri berkembang dengan pesat di berbagai negara di dunia yang mayoritasnya beragama muslim, pemerintah indonesia sendiri mulai menetapkan regulasi terkait sukuk sejak tahun 2008. Tentu hal ini dilakukan demi mendorong ekonomi syariah Indonesia yang diwujudkan dengan menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara. 

Untuk lebih jelasnya yuk simak pembahasan dibawah ini !

Pengertian Sukuk dan Perannya

Singkatnya, sukuk adalah surat berharga atau sertifikat tanda kepemilikan suatu aset yang berbasis syariah, sukuk juga dikenal sebagai obligasi syariah. Meskipun sukuk adalah sertifikat atas kepemilikan suatu aset berwujud, namun bukan berupa surat utang seperti obligasi konvensional.

Sukuk negara adalah sebuah surat berharga negara yang diterbitkan yang berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun uang asing sesuai dengan yang tercantum pada UU No. 19 Tahun 2008.

Mengapa sukuk diterbitkan? Hal ini dikarenakan pajak kita dan pendapatan pemerintah non-pajak tidak cukup untuk membiayai belanja negara, inilah yang menyebabkan pemerintah ingin meminjam sejumlah uang dengan menghimpun dana dari masyarakat dengan menerbitkan surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN). Masyarakat yang dimaksud disini tidak hanya perseorangan warga negara Indonesia, tapi bisa juga dari institusi seperti perusahaan aset dan asuransi. Surat utang ini tidak hanya diterbitkan oleh negara, perusahaan pun bisa menerbitkan nya dan ini mengartikan perusahaan juga bisa berhutang ke masyarakat. 

Baca Juga  4 Perbedaan Saham Biasa dan Saham Preferen & Contohnya!

Surat Berharga Negara memiliki 4 kategori yang dibagi dua jenis yaitu konvensional dan syariah SBN konvensional yaitu Saving Bond Ritel (SBR) dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). SBN syariah yang disingkat sebagai SBSN atau Surat Berharga Syariah Negara terdiri dari Sukuk Tabungan (ST) dan Sukuk Negara Ritel (SR).  Imbalan dari SBN konvensional adalah bunga yang ditetapkan Bank Indonesia, namun karena di dalam agama islam sistem bunga dianggap riba, maka setelah dikaji lebih dalam oleh pakarnya, ditetapkanlah penerbitan sertifikat atas kepemilikan aset yang berwujud dengan prinsip syariah. Dalam mendukung sukuk, negara pun menerbitkan sertifikat kepemilikan aset berdasar prinsip syariah atau biasa disebut sukuk negara (SBSN). Setiap penerbitan SBSN didasarkan pada fatwa dan memperoleh pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional dan MUI. sukuk pun mempunyai peran penting sebagai SBSN. Menurut Direktorat Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan adalah seperti berikut ini: 

  • Sukuk menjadi sumber alternatif pembiayaan APBN
  • Menyediakan instrumen investasi syariah
  • Mengembangkan pasar keuangan syariah

Jenis-Jenis Sukuk

Surat Berharga Syariah Negara mempunyai dua jenis, yaitu : 

1. Sukuk Tabungan

Mengacu pada situs kementrian keuangan sukuk tabungan merupakan produk investasi syariah yang ditawarkan pemerintah kepada individu WNI sebagai investasi.

2. Sukuk Negara Ritel (SR)

Sukuk ritel adalah Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang diterbitkan untuk investor individu (ritel) melalui agen penjual yang ditunjuk pemerintah. Sukuk tabungan dan sukuk ritel memiliki harga yang sama yakni Rp 1 juta. Yang menjadi pembeda antara kedua sukuk tersebut adalah tenor sukuk dibayar kembali oleh negara dan potensi capital gain. 

  •  Tenor sukuk tabungan adalah 2 tahun, lain halnya dengan sukuk ritel yang mempunya waktu tenor selama  3 tahun
  • Pada sukuk ritel, imbal hasil adalah fixed rate. Imbal hasil sukuk tabungan adalah floating with floor atau bisa dibilang mengambang tetapi dengan batas minimum yang telah ditetapkan. 
Baca Juga  Apa Itu Investasi Leher ke Atas & Contohnya!

Floating with floor ini berdasarkan tingkat kenaikan suku bunga bank Indonesia atau disebut 7 Day Reverse Repo Rate (7DRRR) yang dijadikan sebagai acuan imbalan sukuk ritel 

  • Potensi capital gain bisa terjadi di sukuk ritel karena bisa diperdagangkan di pasar sekunder sedangkan sukuk tabungan tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder karena imbalannya mengikuti tingkat suku bunga. 

 

Keuntungan dan Risiko Sukuk

Bagi sebagian orang, sukuk dipandang sebagai salah satu jenis investasi yang menarik, ini dikarenakan jika kita berinvestasi di Sukuk keuntungan seperti imbal hasil yang diberikan oleh penerbit sukuk kepada investor bisa dalam bagi hasil seperti fee atau margin. Selain itu faktor syariah juga banyak membuat orang tertarik untuk berinvestasi di sukuk karena seperti yang kita ketahui bahwa mayoritas penduduk di Indonesia ini beragama islam yang kental akan hukum syariah. Meskipun sukuk menawarkan banyak keuntungan, bukan berarti tidak mempunyai risiko, berinvestasi pada sukuk juga memilikinya, yakni : 

  • Risiko gagal bayar : ini terjadi karena penerbit obligasi tidak mampu untuk membayar imbal hasil maupun melunasi sukuk pada tanggal jatuh tempo
  • Risiko suku bunga : Pergerakan harga obligasi ditentukan oleh tingkat suku bunga acuan dengan hubungan berbanding terbalik. Jika suatu saat suku bunga acuan menunjukan tren menurun maka investor umumnya memilih untuk memegang obligasi atau membeli obligasi
  • Risiko pasar : potensi kerugian yang dialami investor adalah ketika harga sukuk di pasar sekunder turun akibat faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja pasar seperti keadaan negara yang tidak stabil dan perubahan politik.
  • Risiko likuiditas : risiko ini terjadi ketika obligasi tidak bisa dijual kembali di pasar sekunder dan harus menunggu sampai jatuh tempo. 
Baca Juga  Pemodal Adalah : Pengertian, Fungsi dan Jenisnya

Perbedaan sukuk dan obligasi

1. Sifat instrumen

Jika perdagangan obligasi pada investasi obligasi konvensional sebagai surat pernyataan hutang, sementara sukuk menganggapnya sebagai sertifikat atas kepemilikan aset. Yang membedakan nya lagi adalah sukuk memiliki Surat Berharga Syariah Negara (SSBSN) sebagai bukti atas kepemilikan obligasi. Di lain sisi obligasi yang konvensional mencakup Obligasi Ritel Indonesia (ORI), dan saving bond ritel (SBR) tidak memerlukan nya. 

2. Keuntungan sukuk dan obligasi

Meskipun sukuk dan obligasi sama – sama memiliki keuntungan, yang membedakan nya adalah keuntungan ORI dan SBR di obligasi berbentuk sebuah kupon, bunga dan capital gain. Sementara pada sukuk, imbalan yang kita terima berasal dari uang sewa, margin, bagi hasil atau imbalan lainnya sesuai akad yang sudah disepakati

3. Penggunaan dana

Di dalam obligasi, semua jenis industri boleh menerbitkan, tidak ada larangan jenis industri untuk bisa menerbitkan obligasi. Lain halnya dengan sukuk, jenis industri yang boleh menerbitkannya harus sesuai dengan hukum syariah yang pastinya harus halal.

4. Besaran biaya pungutan ojk

Obligasi dan sukuk masih berada dibawah naungan OJK, seperti yang kita ketahui semua investasi yang berada dibawah pengawasan OJK ditarik biaya khusus. Biaya yang ditarik OJK ini digunakan untuk mendanai kegiatan operasional, pengadaan aset dan yang lainnya. Jumlah yang ditarik OJK biasanya adalah 0,05 persen dari nilai emisi. Untuk obligasi, maksimal Rp 750 juta, sedangkan sukuk maksimal Rp150 juta.

5. Biaya administratif dan dokumen pertanggungjawaban

Pada obligasi, para investor hanya perlu membayar biaya administratif dan membutuhkan laporan pertanggungjawaban yang biasa disebut dokumen. Lalu pada sukuk, disamping biaya administrasi masih ada lagi biaya yang harus kita bayar yaitu biaya upah Dewan Pengawas Syariah. Hal ini dikarenakan penerbitan sukuk diawasi oleh Dewan yang berada dibawah naungan MUI. 

Author